Bagaimana Ruh Diciptakan: Sebuah Rahasia Langit yang Agung

Di balik ciptaan manusia yang tampak kasat mata, terdapat satu unsur agung yang menjadi inti kehidupan, yang tak terlihat oleh mata tetapi terasa dampaknya sepanjang hayat. Ia adalah ruh, satu entitas misterius yang ditiupkan Allah ke dalam jasad manusia, menjadikannya makhluk hidup, sadar, dan memiliki kehendak. Pertanyaan tentang bagaimana ruh diciptakan bukan hanya menyentuh aspek teologis, melainkan menggugah sisi spiritual terdalam setiap insan. Karena ruh bukan sekadar nyawa, tetapi esensi yang menjadikan manusia berbeda dari makhluk lainnya, yang membedakan kehidupan sejati dari sekadar keberadaan biologis.

Allah SWT, Sang Pencipta segala sesuatu, telah menetapkan penciptaan ruh sebagai salah satu dari sekian banyak urusan-Nya yang tidak diungkapkan secara penuh kepada manusia. Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan dalam firman-Nya, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85). Ayat ini menjadi tonggak pengakuan akan keterbatasan manusia dalam memahami hakikat ruh secara utuh. Meski demikian, Islam memberikan petunjuk yang cukup agar kita memahami ruh dari sisi fungsi, keberadaannya, dan kehendak Allah dalam proses penciptaannya.

Ketika Allah menciptakan Adam ‘alaihissalam dari tanah, yang pertama kali menjadi kejadian manusia, jasadnya belum bergerak, belum bernyawa. Ia hanya sebentuk makhluk yang masih diam, tanpa kehidupan. Namun kemudian, Allah berfirman, “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Shad: 72). Ayat ini menggambarkan momen agung ketika ruh ditiupkan oleh Allah ke dalam jasad Adam. Tiupan ruh ini bukan dalam arti fisik atau seperti embusan angin, melainkan sebagai simbolisasi pemberian kehidupan, kesadaran, dan kemuliaan sebagai makhluk.

Hadits-hadits Rasulullah ﷺ pun memperjelas bahwa penciptaan ruh merupakan bagian dari tahapan penciptaan manusia. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim disebutkan, “Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah (air mani), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama itu pula, lalu menjadi mudhghah (segumpal daging) selama itu pula. Kemudian diutuslah malaikat kepadanya, lalu ditiupkan ruh ke dalamnya, dan diperintahkan untuk mencatat empat hal: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah ia termasuk orang yang bahagia atau celaka.” Hadits ini menunjukkan bahwa ruh bukanlah bagian yang muncul dari proses biologis manusia, melainkan sesuatu yang Allah ciptakan secara langsung dan ditiupkan melalui malaikat atas perintah-Nya.

Ruh adalah makhluk yang diciptakan, namun hakikat penciptaannya berada dalam dimensi yang tidak bisa dijangkau oleh akal biasa. Ia bukan cahaya dalam arti fisik, bukan juga zat yang bisa ditangkap dengan alat. Ia berada di antara dimensi langit dan bumi, hadir dalam tubuh manusia, tetapi berasal dari alam yang sangat tinggi. Ruh membawa perintah, membawa amanah, membawa fitrah yang telah ditetapkan oleh Allah sejak sebelum kita lahir. Ruh-lah yang bersaksi di hadapan Allah dalam peristiwa agung ketika semua anak keturunan Adam ditanya oleh Allah, “Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” lalu mereka semua menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS. Al-A’raf: 172).

Dengan demikian, ruh telah mengenal Tuhannya sebelum mengenal dunia. Ia hidup dalam alam arwah, sebuah dimensi yang hanya Allah yang mengetahuinya. Ruh tidak datang dari dunia ini, dan tidak akan berakhir di dunia ini. Ketika manusia lahir, ruh turun ke dunia dan bersatu dengan jasad. Ketika manusia meninggal, ruh kembali ke alam barzakh, dan kelak akan dibangkitkan untuk menghadapi kehidupan akhirat. Inilah perjalanan panjang ruh, yang hanya disinggahi sementara oleh tubuh, seolah dunia hanyalah halte kecil di tengah perjalanan panjang menuju keabadian.

Ruh juga menjadi sumber dari semua kehidupan spiritual. Ia membawa kemampuan untuk mencintai, berharap, berdoa, bersyukur, dan takut kepada Allah. Ia pula yang merasakan kedekatan dengan Allah saat manusia sujud, ia yang menangis dalam doa, yang gelisah ketika jauh dari Rabb-nya, dan yang bahagia saat berzikir menyebut nama-Nya. Ketika ruh kuat, manusia akan kokoh menghadapi cobaan hidup. Namun ketika ruh lemah, seluruh tubuh akan kehilangan arah. Oleh karena itu, para ulama menekankan pentingnya menjaga ruh agar tetap hidup melalui ibadah, dzikir, taubat, dan amal saleh.

Penciptaan ruh menjadi tanda kekuasaan Allah yang paling nyata. Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menciptakan ruh. Bahkan teknologi secanggih apa pun tidak akan mampu meniupkan kehidupan ke dalam jasad mati. Jasad bisa diciptakan atau dikloning, tetapi kehidupan hanya milik Allah semata. Inilah sebabnya mengapa penciptaan ruh disebut sebagai “urusan Tuhan”. Hanya Dia yang mengetahui hakikatnya, hanya Dia yang mengatur perjalanannya, dan hanya Dia yang mampu memanggilnya kembali.

Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa Allah menciptakan semua ruh sejak awal, bahkan sebelum jasad diciptakan. Ruh-ruh itu dikumpulkan di satu tempat dan menunggu giliran untuk turun ke dunia, masuk ke dalam rahim, hidup di dunia, dan kembali kepada Penciptanya. Maka tidak ada satu pun dari kita yang hadir di dunia ini secara kebetulan. Kehadiran kita telah ditentukan, dan ruh kita telah lebih dulu mengenal Allah sebelum jasad mengenal dunia. Ini menunjukkan bahwa kehidupan bukan sekadar lahir dan mati, tetapi tentang ruh yang terus bergerak dalam lingkaran pengabdian kepada Tuhannya.

Setiap kali kita berdoa, membaca Al-Qur’an, atau menangis di malam hari memohon ampunan, sesungguhnya itu adalah ruh kita yang sedang berbicara kepada Allah. Dan setiap kali kita lalai, berpaling dari kebaikan, atau terjebak dalam maksiat, itu adalah ruh yang sedang menderita, sedang berteriak dalam diam. Maka menjaga ruh bukan hanya tugas para ahli ibadah, tetapi menjadi tanggung jawab semua manusia yang ingin hidup dengan tujuan sejati. Makanan ruh adalah dzikir, ibadah, ilmu, dan keikhlasan. Jika jasad diberi makan, ruh pun harus diberi asupan yang menyehatkan.

Memahami bagaimana ruh diciptakan membuat kita sadar bahwa hidup ini bukan tentang dunia semata. Ia adalah tentang hubungan antara kita dan Allah, hubungan antara makhluk dengan Khalik-nya, antara hamba dengan Tuhannya. Ruh membawa tanggung jawab yang besar, karena ia yang akan ditanya di akhirat. Ia yang akan bersaksi atas apa yang dilakukan jasad selama hidup di dunia. Dan ruh pula yang akan merasakan kebahagiaan abadi atau penyesalan kekal di kehidupan setelah kematian.

Maka marilah kita jaga ruh kita sebagaimana kita menjaga tubuh kita. Marilah kita bersihkan ruh kita dari kesombongan, dari dengki, dari cinta dunia yang berlebihan. Karena sesungguhnya, jasad akan kembali menjadi tanah, tetapi ruh akan terus hidup, menanti perjumpaan dengan Allah SWT. Semoga Allah memberikan kita pemahaman yang dalam tentang ruh, memberikan kekuatan untuk menjaga dan menyucikannya, serta memanggil kita kembali dalam keadaan ruh yang tenang, sebagaimana firman-Nya, “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27–30).

Profile Sekolah

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisci

Berita Terbaru