Hukum dalam Menasihati Anak-anak

Di tengah derasnya arus perubahan zaman dan laju teknologi yang melaju pesat, anak-anak sebagai generasi penerus sering kali menjadi korban dari kelalaian dan ketidaktegasan orang dewasa dalam membimbing mereka. Dunia mereka yang penuh rasa ingin tahu dan mudah terpengaruh membuat nasihat menjadi kebutuhan mutlak yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Islam, sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, memberikan perhatian besar terhadap tumbuh kembang anak-anak, bukan hanya dari sisi fisik dan materi, tetapi terlebih lagi dari sisi ruhani dan akhlak. Maka, memberi nasihat kepada anak-anak bukanlah sekadar pilihan, melainkan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap orang tua, pendidik, dan siapa pun yang memiliki tanggung jawab terhadap mereka.

Dalam Islam, menasihati anak-anak memiliki kedudukan yang sangat agung. Bukan hanya karena anak-anak adalah amanah yang harus dijaga, tetapi karena masa depan umat bergantung pada akhlak dan pemahaman mereka sejak dini. Ketika seorang anak tumbuh tanpa nasihat, ia ibarat pohon yang tak pernah disiram dan dirawat, yang akhirnya tumbang ketika diterpa angin kencang. Namun sebaliknya, anak yang dibesarkan dalam bimbingan dan pengawasan yang bijak akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, matang, dan siap menghadapi tantangan kehidupan. Oleh karena itu, nasihat kepada anak-anak merupakan investasi besar yang akan menuai hasil luar biasa di masa depan.

Al-Qur’an memberikan contoh nyata bagaimana nasihat harus dimulai sejak usia dini. Dalam kisah Luqman al-Hakim, seorang ayah yang bijak, kita melihat bagaimana nasihat disampaikan kepada anaknya dengan penuh kelembutan, kasih sayang, dan hikmah. Allah mengabadikan kisah itu dalam Surah Luqman ayat 13 hingga 19. Dalam salah satu ayatnya, Luqman berkata: “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar.” Di sini terlihat bahwa penanaman tauhid sebagai pondasi utama disampaikan dalam bentuk panggilan lembut, bukan dengan amarah atau paksaan. Ini menunjukkan bahwa menasihati anak harus dilakukan dengan cara yang penuh cinta dan pengertian, bukan dengan bentakan atau intimidasi.

Rasulullah ﷺ juga memberi contoh terbaik dalam berinteraksi dan menasihati anak-anak. Beliau tidak pernah merendahkan atau mengabaikan anak-anak, bahkan sebaliknya, beliau menghormati, menyayangi, dan membimbing mereka dengan sabar. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (dengan pukulan yang mendidik, bukan menyakitkan) jika mereka tidak melaksanakannya pada usia sepuluh tahun.” (HR. Abu Dawud). Hadits ini tidak hanya menunjukkan kewajiban menasihati, tetapi juga menjelaskan tahapan dan pendekatan yang harus diambil: dimulai dengan perintah yang lemah lembut, lalu diikuti dengan penegasan jika perlu.

Namun perlu digarisbawahi, bahwa nasihat kepada anak tidak boleh dilakukan dengan kekerasan atau cara yang merendahkan. Sebab anak-anak memiliki hati yang halus dan mudah terluka. Jika nasihat disampaikan dengan nada tinggi dan kemarahan, bisa jadi bukan hanya pesannya yang tidak sampai, tetapi justru melukai dan membuat mereka menjauh. Maka dari itu, hikmah, kesabaran, dan pemahaman psikologi anak menjadi penting dalam proses memberi nasihat. Dalam banyak riwayat, Rasulullah ﷺ dikenal sangat sabar dalam menghadapi anak-anak. Beliau bahkan pernah menunda shalat karena seorang cucunya sedang bermain di punggung beliau saat sujud. Ini adalah bentuk kasih sayang luar biasa yang menjadi pelajaran berharga dalam mendidik anak-anak.

Dalam realitas kehidupan, banyak orang tua atau guru yang hanya menuntut anak-anak untuk taat, tanpa memberi mereka pemahaman atau arahan yang jelas. Mereka mengharapkan perilaku baik, tetapi lupa memberikan teladan atau menjelaskan alasannya. Anak-anak pun akhirnya merasa bingung dan tertekan, karena tidak memahami mengapa mereka harus melakukan sesuatu atau menghindari hal lain. Oleh sebab itu, nasihat harus disertai dengan penjelasan, dialog, dan keterbukaan. Anak-anak perlu merasa dihargai, didengar, dan dilibatkan dalam proses belajar mereka. Inilah makna nasihat yang sejati: bukan hanya menyuruh, tetapi membimbing dengan akal dan hati.

Islam tidak hanya menetapkan bahwa memberi nasihat kepada anak itu wajib, tetapi juga menjanjikan pahala besar bagi yang melakukannya dengan ikhlas dan benar. Karena dalam setiap kata yang diucapkan untuk kebaikan anak, ada ladang amal yang terus tumbuh. Jika anak itu menjadi baik karena nasihat kita, maka pahala kebaikannya akan terus mengalir kepada kita, bahkan setelah kita tiada. Inilah keindahan Islam dalam membangun generasi. Ia tidak hanya fokus pada hasil, tetapi juga pada proses yang penuh dengan cinta, kesabaran, dan keteladanan.

Di sisi lain, meninggalkan nasihat kepada anak-anak bisa berdampak sangat serius. Anak-anak yang tumbuh tanpa arahan akan mudah terseret arus negatif, baik dari pergaulan, media, maupun lingkungan. Mereka tidak memiliki pedoman, tidak tahu mana yang benar dan salah, dan akhirnya tumbuh menjadi pribadi yang rapuh secara moral dan spiritual. Maka diam terhadap kesalahan anak adalah bentuk kelalaian yang sangat disayangkan. Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini menjadi peringatan keras bahwa membiarkan anak-anak tanpa nasihat adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah Allah.

Nasihat kepada anak-anak tidak hanya terbatas pada aspek agama, tetapi juga mencakup akhlak, kebiasaan, adab, dan etika sosial. Anak harus diajarkan untuk menghormati orang lain, jujur, bertanggung jawab, dan tidak menyakiti sesama. Semua ini bisa ditanamkan melalui nasihat yang berulang, disampaikan dengan cara yang menyenangkan, dan didukung dengan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Karena anak-anak adalah peniru ulung. Mereka lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar. Maka nasihat yang disertai dengan teladan akan jauh lebih efektif daripada sekadar ceramah kosong.

Dalam kehidupan rumah tangga, ayah dan ibu memegang peran sentral dalam memberikan nasihat. Mereka adalah guru pertama dan utama bagi anak-anak. Jika mereka saling mendukung dalam mendidik dan menasihati, maka anak-anak akan tumbuh dalam lingkungan yang harmonis dan penuh motivasi. Sebaliknya, jika orang tua saling bertentangan atau bersikap acuh, maka anak-anak akan kehilangan arah dan bingung menentukan sikap. Oleh sebab itu, komunikasi antarorang tua, dan antara orang tua dengan anak harus terus dibangun. Jangan biarkan jarak emosional tumbuh, karena nasihat hanya bisa sampai jika ada kedekatan dan kepercayaan.

Sekolah dan masyarakat juga memiliki tanggung jawab dalam memberikan nasihat kepada anak-anak. Guru di sekolah bukan hanya pengajar, tetapi juga pembimbing yang harus mampu menanamkan nilai-nilai kebaikan melalui pendekatan yang bijak. Demikian pula masyarakat, harus menjadi tempat yang aman dan kondusif bagi pertumbuhan akhlak anak. Jika anak melihat bahwa nilai-nilai yang diajarkan di rumah dan di sekolah juga diterapkan dalam lingkungan sekitar, maka ia akan lebih mudah menerima dan menjadikannya prinsip hidup. Namun jika terjadi kontradiksi, maka anak bisa menjadi bingung dan kehilangan kepercayaan terhadap nasihat yang diberikan.

Mendidik dan menasihati anak memang bukan tugas yang mudah. Diperlukan waktu, kesabaran, dan kesungguhan yang konsisten. Tidak jarang, nasihat yang diberikan hari ini baru membuahkan hasil bertahun-tahun kemudian. Namun jangan pernah lelah atau merasa sia-sia. Karena setiap kata yang keluar dari hati yang tulus, setiap pelukan yang menyertai teguran, dan setiap doa yang menyertai harapan, akan dicatat oleh Allah sebagai amal kebaikan yang tak pernah hilang. Allah Maha Mengetahui usaha setiap hamba-Nya, dan tidak ada usaha mendidik anak yang akan disia-siakan oleh-Nya.

Ketika anak-anak kita tumbuh menjadi insan yang bertakwa, berakhlak mulia, dan membawa manfaat bagi sesama, maka itulah kebahagiaan sejati yang tidak bisa dibandingkan dengan kekayaan dunia mana pun. Semua itu dimulai dari nasihat yang tulus, dari bimbingan yang konsisten, dan dari keteladanan yang nyata. Maka marilah kita hidupkan kembali budaya menasihati anak-anak, dengan penuh hikmah dan cinta. Karena di tangan merekalah masa depan ditentukan, dan melalui nasihat kitalah, mereka akan menapaki jalan yang lurus menuju ridha Allah SWT.

Profile Sekolah

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisci

Berita Terbaru