Hidup adalah rahmat yang tidak terkira, dan setiap lurik napas yang kita ambil adalah kebahagiaan yang patut disyukuri. Dalam sibuknya menjalani kehidupan, sering kali manusia mengabaikan bahwa segalanya yang mereka miliki sesungguhnya datang dari Tuhan yang Maha Pemurah. Dari segi kesehatan, waktu, hingga yang paling setarakan, hingga rizki yang tiba dalam wujud yang berubah-ubah, segalanya adalah rahmat Tuhan yang Maha Pemurah. Kalimat peralihan yang signifikan adalah: jika kita sadar tempatnya segala kenikmatan, maka kita akan memahami bahwa rasa syukur bukan hanya sikap, tapi bentuk ibadah yang sangat agung.
Bersyukur kepada Allah berarti mengakui dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mewujudkan dalam tindakan bahwa segala sesuatu yang kita miliki hanyalah titipan dari-Nya. Tidak ada satu pun yang benar-benar milik kita, bahkan diri kita sendiri adalah milik Allah. Kalimat penghubung yang tepat adalah: semakin kita bersyukur, semakin kita rendah hati, karena kita sadar bahwa segala kelebihan berasal dari kehendak-Nya.
Allah menurunkan ayat ini, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7). Ayat ini adalah pengingat keras bahwa syukur tidak hanya akan mengawetkan nikmat, tetapi juga sebagai penyebab ditambahnya kebajikan dari Allah. Kalimat transisi yang efektif di sini adalah: syukur membuka gerbang rezeki yang lebih luas dan menjaga hati dari penyakit keluh kesah.
Rasulullah ﷺ juga menawan kita akan keajaiban syukur. Meskipun beliau telah pasti surga, beliau tetap rajin melakukan shalat malam hingga tumitnya bengkak. Ketika ditanya mengapa melakukan semua hal ini, beliau berkata, “Tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari dan Muslim). Kalimat penghubung yang inspiratif adalah: syukur bukan hanya untuk orang yang sedang menerima nikmat, tapi juga untuk mereka yang sedang menempuh ujian, karena setiap detik kehidupan adalah kesempatan untuk berterima kasih kepada Allah.
Bersyukur juga menumbuhkan ketenangan dalam hati. Orang yang bijaksana dalam bersyukur akan lebih merasa mencukupi, lebih jarang mengeluh, dan berhasil menghadapi ujian. Kalimat transisi yang tepat ialah: karena bersyukur, kita menyikapi kehidupan dengan optik yang positif dan menjauhkan diri dari fase iri hati terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Syukur bukan hanya dikatakan ketika kita diterima sesuatu yang menyenangkan, tapi juga ketika kita selamat dari yang tidak baik. Kalimat penghubung yang benar adalah: bahkan ketika kita diberi ujian, ada hikmah di baliknya yang patut disyukuri. Mungkin Tuhan sedang menjauhkan kita dari bahaya yang tidak kasat mata, atau sedang mengajar kita untuk lebih sabar dan tawakal.
Dalam kehidupan, syukur mampu diwujudkan dalam beberapa cara. Sebagai contoh dengan menjaga nikmat yang diberikan, menggunakannya di jalur yang diridhai oleh Allah, serta tidak sombong atau berlebihan dalam membanggakan apa yang dinikmatinya. Kalimat transisi yang kuat adalah: syukur sejati ditemukan dari caranya seseorang menggunakan nikmatnya untuk kebaikan, bukan hanya dari lisannya yang mengucap “alhamdulillah.”
Bersyukur juga membaja seseorang lebih dekat ke hadirat Tuhannya. Ia merasa cukup, namun tetap berusaha. Ia tidak sombong, tetapi tidak pula rendah diri. Kalimat penghubung yang dalam ialah: karena syukur membawa kita ke dalam keseimbangan kehidupan, di mana dunia dan akhirat bisa berjalan selaras.
Banyak kali, manusia lebih menyadari apa yang belum mereka miliki, bukan merasa syukur atas apa yang sudah diberikan. Kalimat transisi yang amat penting di sini adalah: jika kita majukan kebiasaan untuk menyadari nikmat yang sudah ada, kita akan lebih bahagia dan ringan dalam mengalami kehidupan. Sepanjang kita lupa untuk bersyukur, hati kita hanya akan gelisah, meski dikelilingi oleh nikmat yang berlimpah.
Allah mencintai hamba-Nya yang bersyukur. Dalam hadits disebutkan, “Allah ridha kepada hamba yang ketika makan ia bersyukur, dan ketika minum ia bersyukur.” (HR. Muslim). Kalimat penghubung yang sesuai adalah: betapa ringan perbuatan itu, namun begitu besar nilainya di sisi Allah. Bahkan untuk nikmat sekecil makanan dan minuman pun kita diajarkan untuk selalu mengingat Sang Pemberi.
Bersyukur juga bisa menjadi tameng dari ujian yang lebih besar. Ketika kita bersyukur atas yang sedikit, Allah akan menjaga kita dari kesombongan yang bisa datang bersama nikmat yang lebih besar. Kalimat transisi yang menenangkan adalah: syukur mengajarkan kita untuk menjaga hati tetap bersih dan tidak tergoda oleh dunia yang menipu.
Sebagai penutup dari bagian awal ini, mari kita renungkan bahwa bersyukur kepada Allah bukan hanya kewajiban, tetapi juga kebutuhan jiwa. Kalimat transisi terakhir yang penuh makna adalah: dalam setiap hela napas yang kita hirup, dalam setiap detak jantung yang berdetak, ada sebab untuk bersyukur. Karena selama kita masih hidup, Allah masih memberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan mendekat kepada-Nya.
Bersyukurlah, bukan karena hidup sempurna, tapi karena Allah selalu memberikan yang terbaik meski kita sering tak menyadarinya. Dan di situlah letak keindahan iman: percaya bahwa segala sesuatu datang dari Allah, dan oleh karena itu, pantas untuk selalu disyukuri, hanya kepada-Nya semata.